kali ini saya sedang berada di kota Kediri dalam rangka mempersiapkan kegiatan kampus, yaitu COP 2011. saya akan tinggal di Kediri selama 3 hari untuk melakukan negosiasi dengan para ‘sesepuh’ warga, yang nantinya dusun mereka akan kami pakai untuk kegiatan kami selama 1 bulan. tentu saja saya berangkat tidak hanya sendiri, karena saya hanyalah staf volunteer saja, saya pergi dengan seorang ketua pelaksana kegiatan COP. apa itu COP? silahkan nanti dilihat pada artikel COP yang membahasnya.
nah, kebetulan pada hari ini saya berkesempatan diajak berkunjung ke Makam Tan Malaka di wilayah Selopanggung, salah seorang pelaku sejarah kita yang sangat tersohor. saya diajak berkunjung ke makam ini bukan dalam rangka survey lokasi untuk COP seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya, namun hal ini masih berkaitan dengan bidang yang sama, yaitu untuk keperluan kegiatan Service Learning jurusan Desain Komunikasi Visual (DKV) *juga bukan jurusan saya*.
pada saat survey sebelumnya, ketua pelaksana COP pernah diberi keluh kesah oleh perangkat desa Selopanggung. karena mereka memiliki banyak potensi alam namun tidak tahu bagaimana cara memanfaatkannya, salah satunya adalah batu *arti kata selo sama dengan batu*. nah karena itu, sang ketua mencoba mencarikan jalan dengan cara mencocokan potensi batu itu dengan keahlian yang dimiliki jurusan DKV, yaitu Urban Art.
selain itu, yang menarik minat dan perlu diberdayakan adalah adanya makam pelaku sejarah negara kita, Tan Malaka. makam ini telah beberapa kali diteliti oleh seorang asal Belanda, orang ini adalah ahli sejarah yang telah berkeliling khusus untuk mencari makam Tan Malaka. dan, pencariannya berakhir di desa Selopanggung ini. orang ini juga telah bekerja sama dengan beberapa dokter untuk membuktikan kebenaran jasad dalam makam tersebut adalah Tan Malaka.
setelah mengumpulkan informasi dari warga desa, akhirnya orang Belanda ini memberanikan diri mengajukan ijin untuk membongkar makam tersebut. dengan disaksikan oleh staff pemerintahan, keluarga ahli waris dan beberapa teman seperjuangan Tan Malaka, akhirnya makam itu dibongkar untuk mengambil serpihan tulang untuk tes DNA. serangkaian tes telah dilakukan di berbagai negara, antara lain Australia dan India. namun belum membuahkan hasil pasti apakah itu adalah jenasah Tan Malaka asli atau bukan.
sementara itu beberapa sesepuh warga berpendapat bahwa itu adalah makam Tan Malaka asli, karena dahulu mereka sempat melihat langsung kejadian penembakan Tan Malaka disitu. hanya saja selama ini mereka tidak berani menceritakan hal itu karena takut pada pemerintah *mungkin karena trauma dengan rezim Orde Baru*.
ditengah ketidak-pastian tentang keaslian makam tersebut, berhembus kabar bahwa pemerintah ingin makam tersebut dipindahkan ke Kalibata, Jakarta. sungguh ironis memang, dengan mudahnya pemerintah berkeinginan seperti itu. padahal selama ini warga yang merawat makam itu, maka wajarlah jika warga menginginkan agar makam itu tetap di Selopanggung, dengan harapan dapat membuat nama Selopanggung lebih dikenal masyarakat dan dapat menjadi tempat bersejarah juga. setelah kejadian itu, kini makam tersebut tampak terabaikan. rumput-rumput tumbuh tak terawat di sekitar makam, dan parahnya lagi, tidak ada nisan atau penanda nama pada makam itu, satu-satunya tanda hanyalah sebatang pohon kecil yang seukuran pinggang orang dewasa.
Views: 200
Leave a Reply